Thursday, February 28, 2008

Re-organisasi Makanan

Seperti apa saat kita tak berdaya? ngggg, ya seperti selasa kemarin. Rasa-rasanya energi saya sudah habis tersedot. lunglai bagikan tubuh tak dialiri darah dan ruh.

Kebetulan saat itu saya belum makan dari pagi hingga Maghrib. Mungkin letih dan lesu tersebut karena jam 16.00 sampai dengan jam 20.00, saya masih wawancara dengan salah satu pemilik grup resto asal Bandung. Mall Taman Anggrek(MTA)menjadi tempat pertemuan kami.

Pria separuh baya tersebut bercerita sejarah dan latar belakang mendirikan sembilan jenis restonya di berbagai kota. Restorannya tersebar di lebih dari 20 cabang. Sejarah, perkembangan usaha, kiat marketing, manajemen SDM, dan rencana ekspansi masing-masing restorannya selanjutnya, menyita waktu selama itu.

Begitu saya keluar dal MTA, saya benar-benar lunglai dan bahkan tak kuat berjalan. Konsentrasi saya tersedot luar biasa. Diajak ngobrol -bahkan untuk hal ringan-pun saya tidak nyambung dan sulit menyerap perkataan orang lain. Energi juga tiris. nggg, kapan ya terakir saya lemas, letih, lesu seperti itu.. sepertinya itu terjadi dua tahun lalu ketika saya masih menjadi wartawan harian.

Kerjaan saya ketika sampai di rumah adalah menaikkan kedua kaki di tembok kamar dengan tangan telentang. Itu-pun sudah diasupi makan lima kali sehari. he.he.he. Saya juga tak menyangka bisa menghabiskan porsi makan sedahsyat itu. Hebatnya (atau justru parahnya???) berat badan saya tidak naik dan tidak turun.

Nah, kalau dengan ritme kerja seperti sekarang yang kebanyakan duduk...trus diemploki makanan sebanyak lima porsi sehari.....watttaaawww..ya jelaslah saya semakin tambun. Kalau begitu perlu reorganisasi makanan nih.

Beberapa waktu lalu Wini heboh dengan rencana diet berbasiskan golongan darah. Diet ala golongan darah bukan berarti bertujuan langsing. Tapi itu lebih pada supaya pencernaan dan segala asupan kita terserap dengan efektif. Golongan darah saya adalah o. Berdasarkan buku diet golongan darah ala dr. J. D'addamo, golongan darah O adalah golongan darah purba yang sifatnya berburu.

Ooooo..oo pantesan aja setiap saya makan daging dan ikan seusai melakukan aktivitas, kok ya rasanya teraliri energi luar biasa. Olahraga yang paling pas untuk manusia bertipe golongan seperti saya adalah beladiri, atau kegiatan apapun yang menganut unsur pergerakan. Pokoknya manusia tipe O, harus banyak bergerak.

"Ri, adek gue yang darahnya tipe A disarankan secara reguler minum kopi dan menjauhi makanan pake merica. Dietnya berhasil. Buang airnya lancar,"kata Wini.

Ya sudah. Besok saya akan menyerbu Gramedia Matraman....Murrahh, cuma Rp. 17.000. Siip deh. Mulai besok reorganisasi pola makan.

Friday, February 22, 2008

Joki 3 in 1

Jenis joki ada berbagai macam. Joki yang biasa kita kenal adalah joki yang menawarkan tiket diluar jalur resmi pembelian tiket transportasi publik.
Ada yang lain nih. Joki jalanan. Ya joki semacam itu memang bisa kita jumpai ditengah kesemrawutan jalanan protokol Thamrin, Sudirman, Gatot Subroto (Gatsu) Jakarta.

Joki mulai terdengar gaungnya ketika Gubernur DKI yang lawas menetapkan jalur three in one di jalan protokol sejak dua tahun lalu. Kebijakan pembatasan jumlah penumpang minimal tiga orang untuk satu mobil ini terkait dengan upaya pengurangan laju kendaraan. Bikin macet, bikin jalan tersendat, bikin orang naik darah, bikin kesal, terlebih semakin memacu pengendara naik tensi darahnya.

Siapakah makhluk Joki tersebut? Kalau teman semua sedang melewati tiga kawasan diatas, sejurus mata memandang ada orang-orang yang berdiri dipinggiran jalan sambil tangannya mencoba menyetop mobil. Itulah joki yang menawarkan dirinya untuk memenuhi kuota jumlah penumpang. Joki selalu meramaikan dinamika lalu lintas sejak pukul 16.30 sampai 19.00. Karena mulai jam tersebut konsep three in one diberlakukan.

Saya akhirnya merasakan semobil dengan joki setelah hampir selama tiga tahun menetap di Jakarta tidak pernah bersinggungan dengannya. Akhir-akhir ini saya dan mas Ino sering selesai liputan pada sore hari. Narasumber biasanya lebih nyaman jika ditemui setelah jam 15.00. Bisa dibayangkan untuk reportase yang biasanya hanya memakan waktu paling lama dua jam, kami rentan terjebak arus 3 in 1.

"Kita pilih Joki yang mana ya, Rii?"
ucap Mas Ino sembari pandangannya menyelidik kearah para joki. Satu persatu kami lewati. Awalnya saya agak kaget juga menghadapi kemungkinan menaikkan joki. Iya kalau baik, lha kalau ternyata dia ngapa-ngapain kita, gimana? "Ngapa-ngapain kita gimana maksud, lo? Justru harusnya mereka takut sama kita. Khawatir mereka kita celakain, trus kita bawa kemana gitu....,"jelas Mas Ino cuek.

Lalu saya menunjuk pada seorang ibu yang berdiri ditikungan Bursa Efek Indonesia menuju arah Gatsu. Kemudian naiklah si Ibu tersebut. Ok, fine, dia baik dan tidak neko-neko soal ongkos serta tak banyak bertanya identitas.

Disore berikutnya adalah pengalaman berbincang kecil yang mengharukan. Saya sampai agak bergidik dan ngeri ketika Mas Ino dengan santainya meminta gadis remaja itu masuk mobil lewat pintu belakang. "Waduh jangan yang itu dong, mas...kayaknya meragukan, deh,"ucap saya keberatan.

Tapi sudahlah, mas Ino akhirnya jadi mengangkutnya. Ternyata seru juga mendengar pengalamannya. "Saya sudah lima kali, mas, keluar masuk LP,"cetusnya dengan nada suara riang gembira. HAH???? Lima kali??? Sontak saya dan mas Ino saling berpandangan dan kemudian langsung menatap kedepan. Kami berdua keheranan. Lebih tepatnya takjub. Santai banget, bro!! Rekor!!!

Si gadis yang tak sempat kami tanyakan namanya itu lantas berceloteh. -Untuk seterusnya saya menyebutnya Gadis-. Tuturannya sangat mencerminkan gaya anak muda yang sedang mencari jati diri. Umurnya sepantaran dengan adik saya, 21 tahun.

"Iya itu, mbak, baru sekali jadi joki, ehh, besoknya langsung ditangkep, masuk LP deh,"ujarnya terkekeh. Sebelumnya, Gadis bekerja di sebuah pabrik konveksi di daerah Tangerang, Banten. Namun sayangnya dia di PHK dengan alasan restrukturisasi perusahaan. Saat ini dia sudah lima bulan menjadi joki.

Atas ajakan temannya, Gadis tergiur dengan iming-iming "penghasilan" yang lumayan. Sebetulnya disekitar tempatnya "mangkal", banyak Sat Pol PP yang patroli. Tak heran jika LP di daerah Jakarta Barat tersebut banyak menjaring joki-joki. Namun, bayangan sejumlah uang yang terkantongi mampu menepis rasa sungkannya berdiri disamping trotoar jalan. Padahal dia sendiri saat itu tidak mengenal area Jakarta. Sebelumnya dia tinggal di Medan, Sumatera Utara.

Gadis sebetulnya patut resah akan konsekuensi tertangkap. Jika Ia ditangkap oleh pihak Polisi Daerah, maka Gadis akan dikurung selama jam 3 in 1 berlaku. Selepas itu Gadis boleh pulang. Hukumannya hanya membersihkan kamar mandi plus bonus mengepel ruang kepolisian. Namun bila tertangkap oleh Sat Pol PP, Gadis akan dikurung di LP di Jakarta Barat. "Ada tuh petugas yang nyoba godain saya, mbak.. saya boleh keluar kalau bisa "dipake" sama mereka. Iiih saya ngga mau deh,"sahutnya genit. Saya dan mas Ino sesekali cuma mampu berkomentar singkat: "ooo..gitu ya," Akhirnya Gadis harus mengeram di jotel prodeo selama dua bulan. Disanalah Ia belajar memakan makanan yang sangat tidak layak, sayur kangkung berwarna kekuningan. Sayur itu mampu berwarna demikian karena pengaruh daunnya yang warnanya benar-benar sudah kuning dan layu.

Seseram apapun konsekuensi yang akan dihadapinya, Gadis bersikukuh melanjutkan profesi itu. Cerita kawan sesama penghuni sel yang mampu menyekolahkan anaknya menjadi insinyur dan dokter dari pekerjaan mengemis, membuatnya semangat. Dia ingin profesi joki juga bisa menghidupi keluarganya seperti apa yang yang telah dicapai temannya. "Gue pernah dengar juga tuh ada pengemis yang bisa membeli Baleno terutama abis ngemis waktu Idul Fitri,"mas Ino ikut menimpali. Perbincangan ringan kami menjadi hangat, seru. Satu lagi tambahan ilmu kehidupan.

Akhirnya Gadis kami turunkan di dekat Bank Indonesia, sekitar 1 Km ke arah kantor kami. Lembaran ribuan kami berpindah ketangannya. Lumayan untuk ongkos pulang ke "markas awal".

Ya sudahlah.... Coba siapa yang patut disalahkan? Hal ini sama dengan pertanyaan: Duluan mana, ayam atau telur? Program 3 in 1 diberlakukan untuk menggencet laju pengendara. Tapi bisa dilihat sendiri, program tersebut hanya berfungsi tambal sulam. Problem lalu-lintas tetap berlanjut.

Permintaan untuk mengunakan kendaraan umum menjadi tidak rasional ketika melihat kondisi fasilitas tersebut tidak mumpuni. Jadi, siapa yang harus bertanggungjawab? Apa jawabannya, ayam atau telur yang lebih dulu lahir?

Friday, February 01, 2008

Selamat Datang Air Bah

Hujan semalaman selalu mampu membuat Jakarta dan sekitarnya luluh lantak digenangi air. Mau kesanalah, ga bisa. Mau kesinilah, air sepaha menghadang. Kantor cukup terguncang dengan banjir hari ini. "Mas Moko harus empat setengah jam dijalan dalam perjalanan Bekasi-Tanah Abang, Ri,"cerita mbak HBR.

Tak kalah serunya cerita bang Opik. Dengan nada datar, bang Opik cerita kalau dia harus merelakan celana jeans belel en sepatu kesayangnnya harus basah melewati Bundaran HI sampai ke Jl.Budi Kemulyaan. Jalan kaki! "Ya abis gimana lagi. Bus gue udah ga bisa jalan. Lo bayangin aja airnya sampai ke pinggang," tutur Bang Opick.

Lalu saya juga mendengar dari Sekred kalau "our lovely supervisor", terjebak di Bandara Cengkareng sepulangnya dari Jepang.

Sedangkan saya? Untungnya kos dekat kantor. Lebih untung lagi, jalan menuju kantor berada dilahan yang agak tinggi. Ditambah lagi sekitar 50 M dekat jalan raya, ada sungai yang mengaliri air dari Bendungan didekat Tomang. Debit air masih terkontrol.

Berdasarkan pantauan lewat media elektronik, debit air di pintu air Katuampa, Bogor, kurang dari 100 cm. Kalau debit airnya melebihi itu, maka dipastikan Jakarta akan terasa mendapat kado air bah seperti tahun lalu.

Tepat setahun lalu banjir besar melanda Ibukota. Pemerintah beralibi bahwa banjir tersebut adalah banjir lima tahunan. Banjir secara periodik tersebut seharusnya dianggap sebagai suatu kewajaran. Lha, sekarang banjir yang diprediksi berlangsung paling tidak sampai hari raya Imlek, mosok dianggap banjir lima tahunan?

Macet dimana-mana sudah jadi konsekuensi pertama. Tata lalu-lintas jadi saling terkangkangi. Antara satu kendaraan dengan lainnya saling menelikung. Banyak rumah warga yang harus dimatikan aliran listriknya. Setidaknya untuk malam ini saja sudah ada lebih dari 1.500 rumah yang dipadamkan aliran listriknya.

Katanya ada Si ahli banjir. Manna? Mannna? Buktikan dong kalau Anda benar-benar memahami tata ruang kota. Janji kampanye sebagai ahli banjir hanya dijadikan tameng keunggulan Pilkada. "Itu salah kontraktornya. Kerja kayak gitu ngga bener itu." hallah.

Kemudian Anda berkelit lagi: "Kalau perlu, suruh kerja bakti memperbaiki. Itu ‘kan kewajiban dia (kontraktor). Masak baru banjir begitu ditinggalin saja," ujar Anda yang cukup kelabakan.

Sudahlah Bung Foke. Jangan lantas berkilah ini dan itu. Kalau merasa tidak mampu menjalin persahabatan dengan alam, jangan lantas mencap diri sebagai Si ahlinya banjir. Sekarang sudah terlanjur banjir dan tergenang. Mudah-mudahan Anda tidak bingung ....dan...lantas tidak tahu apa yang mesti dilakukan.

August Rush






August Rush...
saat angin berhembus
bersenandung, membisikkan musikalitas cinta
ada jiwa-jiwa tersembunyi memanggilmu
ingin menarikmu keluar dari sudut kamar
dingin, kejam, merapuhkanmu
membelenggumu tanpa daya

Cahaya kasih berpendar
memancar dari relung kalbu
tetap tegar terbalut kidung jemaat ritma
ketukan nada hati berdetak

Kau laksana Shirra yang menyejukkan gurun Gobi
dalam kubangan tangga lagu, senyum-mu terkembang.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~`
Dijamin ga bakalan nyesel deh nonton August Rush. Romantic drama-nya bener-bener nggiggit. Kekuatan cinta antara Ayah, Ibu, dan si tokoh utama -August Rush- yang bisa bikin hati ini meleleh. lilin kaleeee. :)

uuughhh, terharu. Diambil dari sudut pandang yang sederhana dan ngga sepelik film drama lainnya, August Rush mampu membawa angan mengalir, seolah melihat kilas balik masa kecil. Ada cinta, kasih, pengharapan untuk bersatu. Kirsten Sheridan, sutradara August Rush, mampu menyajikan rentetan adegan drama musikal yang berbobot. Two tumbs up deh untuk skenario-nya.