Friday, April 25, 2008

Puisi Cahaya Bulan

Akhirnya semua akan tiba suatu hari yang biasa,
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui..

apakah kau masih selembut dahulu,
memintaku minum susu dan tidur yang lelap,
sambil membenarkan letak leher kemejaku..

kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih,
lembah pandalawali..

kau dan aku tegak berdiri,
melihat hutan-hutan yang menjadi suram,
meresapi belaian angin yang menjadi dingin..

apakah kau masih membelaiku semesra dahulu..
ketika ku dekap, kau dekaplah lebih mesra, lebih dekat..

apakah kau masih akan berkata..
kudengar detak jantungmu..

kita begitu berbeda dalam semua,
kecuali dalam cinta..

cahaya bulan menusukku
dengan ribuan pertanyaan
yang tak kan pernah kutahu
dimana jawaban itu..

bagai letusan berapi
bangunkanku dari mimpi
sudah waktunya berdiri
mencari jawaban, kegelisahan hati..




*Baca puisi Gie dalam hati sambil dengerin lagunya-Cahaya Bulan...hiks...jadi meleleh. Baca buku hariannya yang sudah lusuh cetakan kedua tahun 2002 untuk pertama kalinya. Buku itu oleh siempunya laksana isteri pertama. Siapapun yang meminjam dan belum dikembalikan untuk jangka waktu tertentu, pasti bakal ia samper sampai ke ujung dunia...dan si lelaki yang try to implemented GIE's idealism itu bernama...Wiwit. My best friend.*

No comments: