Thursday, May 22, 2008

Melawat Puspi dan Dedek Bebeh





Pada masanya, semua akan berubah...dan semua akan terjadi secara indah pada waktu-nya. Cece, seorang sahabat seringkali berkata demikian. Menurutnya, ungkapan itu termaktub di dalam salah satu ayat di Injil. Tapi saya lebih meyakini bahwa hidup memang merupakan serangkaian panjang serpihan yang disatukan. Tidak ada satu serpih-pun yang sia-sia. Tidak ada suatu peristiwa sekecil apapun yang terjadi secara kebetulan. Semuanya bermakna. Ada seorang sahabat maya, tempat saya belajar hidup, pernah menuliskan di dalam blognya bahwa hidup ini merupakan bentuk rekayasa ilahi.

Sesungguhnya saya tak mau berfilosofi kali ini. Namun, sontak ingatan seperti ditarik-tarik untuk menguraikan masa lalu. Terutama dengan Puspa, sahabat SMA di Cilegon.

Ada suatu keharuan yang sangat ketika saya mendapatkan kabar undangan pernikahan Puspa. Undangan berwarna hitam itu diantarkan sendiri ke rumah saya di Cilegon. Bapak yang menerima undangan itu. Sungguh saya terharu dan kaget. Sampai-sampai harus memastikan pada Ibu: "Puspa yang mana, Bu?"

Setahun terlewati, ga terasa tiba-tiba saya mendapat kabar bahwa saya sudah punya ponakan. huaaahhh, keponakan geto loch. Salah satu kebahagian dalam hidup ini menurut saya, selain menjadi seorang Ibu adalah menjadi tante bagi keponakan kecil-nya. Maklum, kakak kandung saya sendiri belum menikah. Jadi, jangan pernah membuang kesempatan mempunyai ponakan dari teman dan sahabat.

Saking girangnya ketemu Puspi-panggilan kesayangan saya pada Puspa-emosi saya keknya meluap-luap seperti sungai Ciliwung.wekekeekek. "Ya ampun Ri..suara kamu itu lo, kayak suara orang serumah,"ledek Yulis teman SMA kami. Saya hanya nyengir kuda. Puspi cuma bisa tersenyum melihat tingkah teman-temannya yang saling ledek. Si dedek bebeh yang pada bulan lalu baru berumur sebulan hanya bengong melihat saya. Matanya tak lepas memandangi saya. Kepalanya gundul dan mulai ditumbuhi rambut-rambut halus. Mungkin si dedek bebeh itu terheran-heran lihat makhluk aneh nan unik seperti-ku. "Kok Bunda-ku bisa punya sahabat kayak gini, ya?"mungkin simpul saraf otak halusnya mulai mencerna pikiran seperti itu. ;)

Melihat Puspi yang sangat keibuan mau tak mau mengingatkan saya pada memori ketika SMA dulu. Walaupun sudah tujuh tahun berselang sejak kami lulus SMU, namun sampai ketika saya menengok Puspi, ada rasa tidak percaya: Puspi punya jagoan kecil !!! "Wajar-lah Ri. Kita kan lulus SMA udah lama banget,"ucapnya sambil menimang dedek bebeh yang ga mau tidur kalau ga digendong.

Mata saya juga tak pernah bosan menatap Puspi yang cukup sibuk mengurus "mainan baru-nya". Apakah itu harus mengganti popok-nya, mengatur temperatur AC dikamarnya, sampai menerima tamu yang memberikan selamat atas ekahan anak pertamanya. "Waktu dokter bilang saya harus melahirkan dengan operasi Ceasar, saya langsung menangis,"ungkapnya sembari memandang lembut buah hatinya yang tertidur.

Saya tak mungkin lupa akan persahabatan kami. Dulu Puspi cukup sering menjalin rambutnya dikepang dua kanan dan kiri. Saya sering menarik-narik rambutnya. Kami berdua kerap kali lari pagi bersama. Lucunya, dia malah kepingin agar betis kakinya berbentuk menggunung seperti pelari. Sedangkan saya justru sebaliknya. "Kok lo aneh, si Pus. Gue malah gak mau. Soalnya udah kayak betisnya tukang becak..he.he, masak mau digedein lagi. Kayak tales Bogor dong,"ucap saya.

Ada banyak peristiwa yang sudah kami lalui bersama. Sungguh saya belajar banyak hal darinya. Terutama pelajaran budi pekerti pada Allah dan Orang tua. Pernah pada suatu sore ketika kelas 2 F, kelas kami waktu SMU, ingin mengadakan foto bersama. Puspa menolak untuk ikut. "Aduh maaf deh, gue ga bisa ikut. Gue ada jadwal mengaji di rumah. Sorry ya,"ucapnya setengah memelas. HAH???? Saya kaget sekaligus takjub. Mengaji??? Setengah mati saya membujuk untuk absen satu kaliiii aja. Tapi itulah Puspi. Dia merelakan waktu hura-hura dan ketawa-ketiwi demi memperoleh kebahagian yang lebih hakiki.

Itulah yang membuat saya hampir meneteskan air mata melihat perjalanannya dari dulu sampai sekarang. Kini si bungsu itu sudah menjadi Ibu yang cantik fisik dan hati. Kesabarannya memeras ASI setiap dua jam sekali mampu membungkam mulut saya. Keriangan serta hingar bingar pesta syukuran ekahan si dedek bebeh itu seolah menjadi sunyi senyap. Dalam hati kecil, saya hanya bisa mendoakan supaya Puspi dan keluarga kecilnya itu diberikan yang terbaik.

No comments: