Friday, January 04, 2008

Tahun Baru, Antara lupa dan Resolusi

Alhamdullilah. Sepatutnya saya mengucap syukur. Saya sudah melewai waktu setahun dengan damai, relatif tanpa guncangan keras. Diawal tahun seperti yang pernah saya sampaikan pada rumah terdahulu
saya dirundung gulana dan sedih yang cukup dalam. Saya hanya bisa menikmati tahun baru dengan nanda kecil dan keluarga yang tidak dekat dihati. Saya menysukuri itu juga. Namun ada yang berbeda dengan tahun ini. Ketika para tiga Diva di Hotel Grand Melia menghitung mundur, 3,2,1, 2008 !!! saya melihat "drama" kehidupan itu di depan televisi bersama eyang dan Ibu. Eyang tampak duduk diam dengan sikap rapih, yaitu sikap duduk rapat tangan "ngapurancang" dan pandangan sendu melihat gelagat para artis yang semarak.

Serta merta Ibu menghampiri eyang. "Ibu...selamat tahun baru, yaaa,"ucap Ibu saya sumringah pada Ibunya. Dengan gerakan refleks saya-pun menghampiri eyang dan ikutan mengecup kedua pipinya. Kami semua bersuka cita. Kami semua sepatutnya bersyukur masih mempunyai ruh yang tetap terjaga dalam relung kalbu.

Tapi seharusnya kami, kita, juga perlu ingat-ingat nii, apa kesalahan ditahun sebelumnya. Refleksi? Iya, saya pikir itu tetap penting supaya tidak "tersandung dan jatuh dikubangan lumpur yang sama". Adalah suatu kewajaran bila kita lupa dan khilaf.

"Riri, resolusiku tahun ini mau membenarkan ibadahku dulu. Mungkin segala masalah selama ini karena shalat-ku belum betul,"ujar mbak Tutut bijak. Saya-pun mengiyakan dan sangat setuju dengan ide itu. Jangan tanya deh bagaimana kepatuhan saya sholat. Amburadul. Jangan tanya juga berapa kali saya bertahajud-ria. Lha wong shalat lima waktu saja bolong-bolong. Walah ini lupa apa sengaja sih?

Kami berdua pergi ke toko buku Gramedia Semanggi. Saya dan mbak ituh menghampiri stand buku agama. Kamu tahu apa yang kami beli? Masing-masing dari kami membeli dua buku tata cara sholat dan keistimewaan sholat lima waktu. Namun, selain membeli tata cara sholat yang baik, saya juga membeli buku Keistimewaan Sholat Shubuh. Ampuuun deh. Jujur, saya paling tidak bisa bangun pagi. Hal ini berbeda ketika saya di Cilegon dan di Jogja. Saya pasti bangun pagi dan masih sempat sholat Shubuh sebelum lari pagi berkeliling UGM.

Di Jakarta, ibadah saya semakin minim. "Riri, barusan ada yang bertanya padaku waktu aku lagi baca buku tata cara sholat. "Mbak, muallaf?","mbak Tutut menirukan kembali pertanyaan si lelaki penanya itu. Kemudian mbak Tutut mengiyakan kalau memang benar ia adalah muallaf. Lelaki itu kebingungan ketika mbak Tutut menambahkan bahwa ia menjadi muallaf sejak kecil. "Iya mas. Saya muslim tapi sholat saya bolong-bolong. Sekarang saya mau memperbaikinya,"jawaban mbak Tutut.

Benar juga ya. Saya masih bermental muallaf. Bahkan mungkin pengeahuan seorang muallaf lebih banyak ketimbang saya yang sudah dimuslimkan sejak bayi. "Semakin banyak gue ngeliput tentang dunia kesehatan terutama di ruang operasi, gue semakin ngerasa kalau dunia itu fana, Rie,"ungkap mbak Chris tiga tahun lalu.

Ya sudahlah. Mari kita perbaiki diri. Semoga kita bisa menjembatani dan kembali menyambungkan ingatan akan kealpaan dimasa lalu dan membuat resolusi mendatang.
Berikut ini Karlina Supelli memberikan pemahaman menarik tentang penyikapan tahun baru. Silahkan lihat saja link-nya, yaa. Lanjuuuut, yuuuks.

Republik Alpa-Karl Supelli

No comments: